_Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita
kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang
belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya
|
The True Hijrah_
“Muslim sejati adalah seorang muslim yang bisa membuat orang-orang Islam selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Sedangkan orang yang hijrah (Muhajir) adalah orang yang meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah swt” (H.R. Bukhari) Hijrah sebenarnya adalah bersungguh-sungguh dan ikhlas untuk berhenti dan meninggalkan segala bentuk pemujaan dan pengidolaan hanya karena diri ini suka dan senang, dan dengan memohon perlindungan Allah berontak serta mengingkari semua yang tak diridhai-Nya. Serta berbekal kekuatan iman dan jihad juga tawakal pada Allah Al-Aziz (Yang Maha Tak Terkalahkan) lagi Al-Hakim (Yang Mahatahu hikmah di balik segala sesuatu). Ibrahim berkata pada kaumnya, “Sesungguhnya kalian hanya menyembah tuhan-tuhan palsu yang tidak boleh disembah. Dan sebagian dari kalian tidak mengingkari sebagian yang lain hanya dengan tujuan untuk mempertahankan kasih sayang yang penuh dosa yang kalian ridai dalam kehidupan dunia kalian. Kemudian keadaan akan berubah pada hari kiamat. Pemimpin-pemimpin berlepas tangan dari pengikut-pengikutnya dan pengikut-pengikut itu mengutuk para pemimpin mereka. Kalian tidak memiliki penolong yang dapat mencegah kalian dari masuk ke dalam neraka” (QS. Al-Ankabut [29]:25) “Maka Luth membenarkan (kenabian)nya, dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya Aku akan berhijrah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Ankabut [29]:25) Orang pertama yang menjawab dan membenarkan seruan Ibrahim kepada kebenaran adalah Luth. Sebelumnya, ia adalah seorang yang menganut ajaran tauhid. Untuk menjalankan perintah Tuhannya, Ibrahim pun berkata, “Sesungguhnya aku berhijrah ke arah yang diperintahkan Tuhanku dan berdakwah di sana. Dialah Yang Mahaperkasa, yang dapat membela diriku dari musuh-musuhku, dan Mahabijaksana yang tidak memerintahkanku kecuali kepada kebaikan.” Jika dihubungkan dalam konteks saat ini, hijrah artinya berbicara jujur untuk mengungkap kebenaran. Bangsa ini akan semakin hancur jika mengikuti apa yang kerap dilakukan oleh politikus. Mereka rela menyelamatkan muka, harta, dan tahta dengan mengungkapkan kebohongan. Mereka tidak lagi takut pada Allah. Negeri ini akan tetap jalan di tempat jika tetap dipimpin oleh politikus-politikus seperti itu. Indonesia tidak butuh Presiden berpangkat Jenderal lulusan terbaik dengan tubuh sekekar Rambo. Indonesia butuh Presiden yang berani berhijrah: mengungkap kebenaran dan melawan kezhaliman. Kita pun harus berani berhijrah. Berani memilih pemimpin yang sesuai dengan akidah kita. Bukan seorang kafir dan pemimpin yang adil. Ingat! Ketika mencoblos seorang pemimpin yang tidak beritikad untuk hijrah, Anda diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Anda akan bersaksi di hadapan Allah terhadap pemimpin pilihan Anda. Anda pun akan mati sia-sia jika tidak berhijrah dari kebiasaan buruk ke kebiasaan baik. Seorang perokok yang meninggal dalam kondisi belum meninggalkan kebiasaan buruk merokok, susungguhnya ia sia-sia, karena tidak berhijrah. Begitu pula wanita yang meninggal sebelum memakai jilbab sebagaimana telah diperintahkan Allah, maka ia pun belum berhijrah. Wallahu a’lam bish shawab ■ Madrasah dan Pondok Pesantren
_
Dalam sejarah Islam, lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu Al-Qur’an, adalah masjid. Di abad ke-10 dan 11 itu, belum dikenal Madrasah. Pusat belajar-mengajar ilmu Islam dilakukan di masjid jami‘ (masjid besar) yang memiliki beberapa pusat studi (halqah), seperti dar, bait, dan khizanah. Selain masjid, ada institusi lain yang menjadi cikal bakal Madrasah, yakni ribath, khangah, zawiyah, turbah, dan duwairah. Seluruh instutusi itu merupakan model sekolah keagamaan pada abad pertengahan. Awalnya, proses belajar-mengajar di Madrasah selalu dikaitkan dengan masjid. Boleh jadi benar. Sebab, istilah Madrasah juga berarti ruangan di dalam masjid yang digunakan untuk belajar-mengajar. Di Makkah sendiri, Madrasah sering dibangun di samping masjid-masjid besar. Di Indonesia, menyebut Madrasah biasanya berkolerasi dengan Pondok Pesantren Kata “Pondok” berasal dari bahasa Arab, funduq, yang berarti penginapan. Sedangkan “Pesantren” berasal dari kata santri yang berarti murid agama. Para santri tinggal di asrama-asrama pondok, memasak makanan, dan mencuci pakaian mereka sendiri. Ada pesantren yang santrinya khusus perempuan atau laki-laki. Ada pula pesantren yang murid-muridnya terdiri atas laki-laki dan perempuan, namun tempatnya terpisah. Sejak 1971, di Singapura terdapat puluhan sekolah Islam dan Madrasah. Begitu pula di Thailand, dan tentu saja Malaysia. Di Thailand, Pondok-Pondok Pesantren di bawah kendali negara. Tak heran intervensi pemerintah yang terlalu jauh terhadap kurikulum pesantren membuat para santri belajar ke negara-negara Timur Tengah. Sekembali dari Timur Tengah, para santri asal Thailand itu membawa pengaruh dalam perkembangan Islam di Thailand. Sumber: http://bachtiarnasir.net Ibu, Pahlawan Sepanjang Masa
_Ada sebuah nama terukir di kerak bumi, dalam dan membekas. Sebuah
nama yang menginspirasi dunia. Ribuan syair lagu dan puisi tercipta dari
sosok ini. Dia adalah guru bagi manusia dan peradabannya. Sosok yang
mulia dan disebut-sebut ada syurga di telapak kakinya. Seseorang yang
rela memberikan nyawanya untuk anak yang dilahirkannya. Seseorang yang
bahkan bisa lebih garang dari singa jika anak dan keluarganya diusik.
Demikian besar cintanya untuk keluarga, tidak terhitung pengorbanan dan
kerja kerasnya untuk keluarga. Dialah ibu.22 Desember,
disebut-sebut sebagai hari ibu, hari di mana jasa ibu dikenang, hari di
mana sebagian ibu di dunia “dimanjakan”, hari di mana para bapak dan
anak-anak bahu membahu mengambil alih “pekerjaan” ibu sehari-hari di
rumah. Hari di mana ibu adalah ratu sehari. Dan benar saja hari ini
hanya terjadi satu tahun sekali. Seorang ibu, walau demikian adanya,
tetap melaksanakan tugasnya di hari-hari yang lain. Tetap dengan
senyuman, tetap dengan maksimal dan tentu saja ikhlas.
Namun terkadang kita lupa, tidak semua ibu mendapatkan perilaku spesial dari keluarganya pada hari ini. beberapa ibu di masa kini juga menjadi tulang punggung keluarga. Itu artinya banyak ibu di masa kini menjalani peran ganda mendidik dan merawat anak-anaknya sekaligus bekerja menafkahi keluarganya. Banyak faktor yang melatarbelakangi fenomena ini. Faktor yang terkait erat tentu saja lemahnya perekonomian keluarga. Jika sudah demikian kian berat beban yang harus ditanggung ibu. Maka dari itu seperti apapun sosok ibu kita, apakah dia seorang yang lemah lembut, atau seorang yang tegas, seorang yang “mampu” menunjukkan kasih sayangnya atau seorang yang kurang romantis tetap saja tidak layak jika kita dengan mudah menafikan usaha, kerja keras dan cinta ibu kita dalam mendidik dan membuat kita menjadi sesuatu di masa kini. Juga tidak pantas kiranya jika nasihat-nasihat ibu kita tampik dengan semena-mena hanya karena kita berpikir kini kita telah dewasa. Ibu, sesosok perempuan yang kelihatannya lemah, tetapi sesungguhnya kehebatan pria-pria di dunia muncul dari didikannya, muncul justru dari kelemahlembutannya. Ibu memiliki peran besar dalam perubahan dan perbaikan sebuah bangsa. Sebagaimana diutarakan Rasulullah Saw, Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Karakter sebuah bangsa adalah hasil didikan para ibu di sana. Oleh karena itu, jika menginginkan perubahan dan peningkatan kebaikan pada sebuah bangsa, mindset atau pola pikir dan kebiasaan baik para ibu ataupun calon ibu harus dibentuk sedemikian rupa. Sungguh kita dapat melihat betapa besarnya arti dan peran ibu dari sini. Anda para pembaca bisa jadi seorang pria muda yang enerjik, atau gadis muda yang ceria, atau ibu muda yang gesit, atau bapak muda yang bijak, bisa juga seorang bapak bagi anak-anak yang hebat dan membanggakan, dan bisa juga seorang ibu yang telah berhasil mendidik anak-anaknya, namun satu hal yang membuat kita sama yaitu kita lahir dari seorang ibu. Mari kita selalu mengenang jasa dan pengorbanannya, mengucapkan terima kasih dan selalu mendoakan ampunan serta kebaikan baginya, di setiap hari kita. Ibu… terima kasih, kami mencintaimu… selamat hari ibu…. |
Dunia Sepi tanpa PERNIKAHAN
_Cinta adalah anugerah sekaligus rahasia Allah SWT, sedangkan mata
adalah penuntun dan hati adalah pendorongnya. Nikmatnya pandangan hanya
dipunyai Mata, sedangkan kenikmatan pencapaian hanya dipunyai hati dan
pandangan. Keduanya adalah kawan sejati yang mesra dalam setiap tindakan
dan amal perbuatan manusia, dan tidak bisa dipisahkan antara satu
dengan yang lain.Gelisah, duka dan air mata adalah bagian dari
sketsa hidup di dunia. Tetesan air mata yang bermuara dari hati dan
berselaputkan kegelisahan jiwa terkadang memilukan, hingga membuat
keresahan dan kebimbangan.
Duka yang datang karena kerinduan yang sangat dalam menyebabkan kepedihan yang menyesakkan rongga dada. Jiwa yang rapuh bisa berkisah pada alam serta isinya, bertanya, di manakah pasangan jiwanya berada. Lalu, hati menciptakan serpihan kegelisahan, bagaikan anak kecil yang hilang dari ibunya di tengah keramaian.
Keinginan bertemu pasangan dan belahan jiwa, bukankah itu sebuah fitrah dari manusia? Semua itu hadir tanpa disadari sebelumnya, hingga tanpa sadar telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Sebuah fitrah pula jika setiap wanita ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik ketimbang menjalani hidup dalam kesendirian. Dengan sentuhan kasih sayang dan belaiannya, akan terbentuk jiwa-jiwa yang shalih dan shalihah.
Duhai dunia, betapa mulianya kedudukan seorang wanita, apalagi bila ia seorang wanita beriman yang mampu membina dan menjaga keindahan cahaya Islam hingga memenuhi setiap sudut rumah tangganya.
Allah SWT telah menciptakan wanita dengan segala keistimewaannya, hamil, melahirkan, menyusui hingga ketaatan dan memenuhi hak-hak suaminya laksana arena jihad fii sabilillah. Karenanya, yakinkah batin itu tiada goresan saat melihat pernikahan wanita lain yang jauh di bawah umurnya?
Pernahkah kita menyaksikan kepedihan wanita yang punya komitmen menjaga kehormatan diri hingga ia menemukan sang pujaan dan kekasih hati? Dapatkah kita menggambarkan perasaannya yang merintih saat melihat kebahagiaan wanita lain melahirkan? Atau, tidakkah kita melihat kilas tatapan sedih matanya ketika melihat aqiqah anak kita?
Dalam Islam, kehidupan manusia bukan hanya untuk “dunia fana” ini saja, karena sebenarnya masih ada negeri akhirat, yang masih diselimuti misteri Illahi. Memang, setiap manusia telah diciptakan berpasangan, namun tak hanya dibatasi dunia fana ini saja. Seseorang yang belum menemukan pasangan jiwanya, insya Allah akan dipertemukan di akhirat sana.
Selama ia beriman dan bertaqwa serta sabar atas ujianNya yang telah menetapkan dirinya sebagai lajang di dunia fana. Mungkin “sang pangeran” pun tak sabar untuk bersua dan telah menunggu di tepi surga, berkereta kencana untuk membawamu ke istananya.
Janganlah dirimu bersedih lalu menangis di setiap penghujung malam karena tak kunjung usai memikirkan siapa kiranya pasangan jiwa belahan hatinya. Menangislah karena air mata permohonan kepadaNya di setiap sujud dan keheningan pekat malam. Jadikan hidup ini selalu penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa.
Bersiap menghadapi putaran waktu, hingga setiap gerak langkah serta helaan nafas bernilai ibadah kepada Allah SWT. Siramlah selalu hati ini dengan tarbiyah Ilahi hingga diri ini tidak sepi dalam kesendirian yang terus panjang.
Wahai jiwa, bukankah kalau sudah saatnya tiba, jodoh tak akan lari ke mana. Karena sejak ruh telah menyatu dengan jasad, siapa belahan jiwamu pun telah dituliskanNya, hanya ikhtiar pembangkit motivasi jiwa. Bukankah mentari akan selalu menghiasi pagi dengan kemewahan sinar keemasannya. Malam masih indah dengan sinar lembut rembulan yang dipagar bintang gemintang.
Kicauan bening burung malam pun selalu riang bercanda di kegelapan. Senyumlah wahai kawan, laksana senyum mempesona butir embun pagi yang selalu setia menyapa. Hapuslah air mata di pipi dan hilangkan lara di hati. Songsonglah hari bahagia nan suci. Meriahkan dunia ini dengan pernikahan. Wallahu’alam
Sumber: http://m.dakwatuna.com
Duka yang datang karena kerinduan yang sangat dalam menyebabkan kepedihan yang menyesakkan rongga dada. Jiwa yang rapuh bisa berkisah pada alam serta isinya, bertanya, di manakah pasangan jiwanya berada. Lalu, hati menciptakan serpihan kegelisahan, bagaikan anak kecil yang hilang dari ibunya di tengah keramaian.
Keinginan bertemu pasangan dan belahan jiwa, bukankah itu sebuah fitrah dari manusia? Semua itu hadir tanpa disadari sebelumnya, hingga tanpa sadar telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Sebuah fitrah pula jika setiap wanita ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik ketimbang menjalani hidup dalam kesendirian. Dengan sentuhan kasih sayang dan belaiannya, akan terbentuk jiwa-jiwa yang shalih dan shalihah.
Duhai dunia, betapa mulianya kedudukan seorang wanita, apalagi bila ia seorang wanita beriman yang mampu membina dan menjaga keindahan cahaya Islam hingga memenuhi setiap sudut rumah tangganya.
Allah SWT telah menciptakan wanita dengan segala keistimewaannya, hamil, melahirkan, menyusui hingga ketaatan dan memenuhi hak-hak suaminya laksana arena jihad fii sabilillah. Karenanya, yakinkah batin itu tiada goresan saat melihat pernikahan wanita lain yang jauh di bawah umurnya?
Pernahkah kita menyaksikan kepedihan wanita yang punya komitmen menjaga kehormatan diri hingga ia menemukan sang pujaan dan kekasih hati? Dapatkah kita menggambarkan perasaannya yang merintih saat melihat kebahagiaan wanita lain melahirkan? Atau, tidakkah kita melihat kilas tatapan sedih matanya ketika melihat aqiqah anak kita?
Dalam Islam, kehidupan manusia bukan hanya untuk “dunia fana” ini saja, karena sebenarnya masih ada negeri akhirat, yang masih diselimuti misteri Illahi. Memang, setiap manusia telah diciptakan berpasangan, namun tak hanya dibatasi dunia fana ini saja. Seseorang yang belum menemukan pasangan jiwanya, insya Allah akan dipertemukan di akhirat sana.
Selama ia beriman dan bertaqwa serta sabar atas ujianNya yang telah menetapkan dirinya sebagai lajang di dunia fana. Mungkin “sang pangeran” pun tak sabar untuk bersua dan telah menunggu di tepi surga, berkereta kencana untuk membawamu ke istananya.
Janganlah dirimu bersedih lalu menangis di setiap penghujung malam karena tak kunjung usai memikirkan siapa kiranya pasangan jiwa belahan hatinya. Menangislah karena air mata permohonan kepadaNya di setiap sujud dan keheningan pekat malam. Jadikan hidup ini selalu penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa.
Bersiap menghadapi putaran waktu, hingga setiap gerak langkah serta helaan nafas bernilai ibadah kepada Allah SWT. Siramlah selalu hati ini dengan tarbiyah Ilahi hingga diri ini tidak sepi dalam kesendirian yang terus panjang.
Wahai jiwa, bukankah kalau sudah saatnya tiba, jodoh tak akan lari ke mana. Karena sejak ruh telah menyatu dengan jasad, siapa belahan jiwamu pun telah dituliskanNya, hanya ikhtiar pembangkit motivasi jiwa. Bukankah mentari akan selalu menghiasi pagi dengan kemewahan sinar keemasannya. Malam masih indah dengan sinar lembut rembulan yang dipagar bintang gemintang.
Kicauan bening burung malam pun selalu riang bercanda di kegelapan. Senyumlah wahai kawan, laksana senyum mempesona butir embun pagi yang selalu setia menyapa. Hapuslah air mata di pipi dan hilangkan lara di hati. Songsonglah hari bahagia nan suci. Meriahkan dunia ini dengan pernikahan. Wallahu’alam
Sumber: http://m.dakwatuna.com